Kamis, 13 April 2017
Manusia merupakan makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri.
Manusia pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Salah
satu wadah yang bisa membantu manusia dalam memenuhi kebutuhannya adalah
organisasi.
Organisasi berasal dari kata organum (Latin) dan organom
(Yunani) yang berarti alat, anggota, bagian, atau badan. Secara sederhaan,
organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan tertentu.
A. Organisasi yang Sehat
Organisasi yang sehat adalah organisasi yang memiliki
cirri-ciri sebagai berikut:
Organisasi harus memiliki anggota yang jelas identitas dan
kuantitasnya; Saat ini, setiap organisasi yang modern pasti menuntut para
anggotanya memiliki KTA (kartu tanda anggota), agar tidak timbul ”romli” atau
“rombongan liar” yang merupakan kumpulan dari ”talap” alias “anggota gelap”
dari sebuah ”OTB” singkatan dari “organisasi tanpa bentuk”.
Organisasi harus memiliki pula identitas yang jelas tentang
keberadaannya dalam masyarakat; Artinya, jelas di mana alamat kantornya. Tampak
pula aktivitas sehari-hari kantor tersebut dalam menjalankan roda organisasi.
Ada pula nama, lambang, dan tujuan organisasi yang termuat dalam AD (anggaran
dasar) dan ART (anggaran rumah tangga). Demikian pula struktur organisasinya.
Masih banyak lagi yang bisa membuktikan keberadaan organisasi itu di mata
masyarakat. Jika identitas tak jelas, maka jangan salahkan masyarakat bila
menaruh curiga terhadap organisasi itu.
Organisasi harus memiliki pemimpin serta susunan manajemen
yang juga jelas pembagian tugasnya; Masing-masing bagian, divisi, maupun seksi
juga aktif memainkan perannya. Tidaklah bagus ketika suatu organisasi yang
terlihat aktif hanyalah ketuanya saja. Ini sangat ganjil dan bisa disebut
”sakit parah”, bahkan tampak seperti pertunjukan sirkus one man show dalam
manajemen organisasi itu.
Dalam setiap aktivitas organisasi harus mengacu pada
manajemen yang sehat; Misalnya, ada tiga tahapan dalam menjalankan roda
organisasi, yaitu planning (perencanaan), action (pelaksanaan), dan
evaluation(penilaian). Ketiga tahapan itu selalu dimusyawarahkan dan melibatkan
sebanyak mungkin anggotanya, terutama saat melewati tahap action. Dalam
manajemen itu, yang juga harus mendapat perhatian serius adalah administrasi.
Surat bernomor, kop surat, dan ciri-ciri administrasi lainnya yang lazim ada di
sebuah organisasi.
Organisasi harus mendapat tempat di hati masyarakat
sekitarnya; Artinya, organisasi itu dirasakan benar manfaatnya bagi masyarakat.
Maka, kegiatan organisasi dituntut untuk mengakar kepada kebutuhan anggota
khususnya, bahkan untuk masyarakat di sekelilingnya.
B. Organisasi Berhasil
Seorang gadis desa murung karena dipaksa menikah dengan
pemuda pilihan orangtuanya yang sebetulnya tidak ia sukai. Hatinya sebenarnya
sudah tertambat pada pemuda lain, pemilik warung kecil di ujung desa. Namun,
orangtuanya berpikiran lain. Pilihan mereka adalah pemuda yang sudah bekerja di
kota, karyawan perusahaan swasta, kelihatan makmur. Sekian tahun kemudian,
ternyata si anak yang benar. Warung kecil itu sudah berubah, selain menjual
berbagai kebutuhan serba ada, juga jadi penyalur gas, wartel, rental VCD, dan
pemiliknya sudah menjadi orang paling kaya di desa itu. Sedangkan menantu
pilihan orangtua sudah sekian tahun menganggur karena terkena PHK.
Cerita di atas menggambarkan kepada kita bahwa sering kali
kita slah mengukur keberhasilan atau potensi keberhasilan seseorang. Kalau
demikian bagaimana kita akan mengukur keberhasilan organisasi yang lebih besar
dan bersifat multidimensi?
Pada awalnya, banyak orang yang berpikir bahwa mengukur
keberhasilan organisasi sederhana saja, yaitu apa yang menjadi output
organisasi dan sejauh mana organisasi sanggup mencapai sasarannya dalam
menghasilkan output tersebut. Kalau sasaran tercapai berarti organisasi
berhasil, kalau sasaran tidak tercapai berarti organisasi tidak berhasil. Ini
dinamakan dengan pendekatan sasaran.
Jika kita pahami cara yang demikian memiliki banyak jebakan.
Seperti contoh, mungkin saja ada perusahaan dianggap buruk karena sebagian
besar keuntungannya ternyata digunakan untuk investasi memperkuat fungsi
pemasaran, sementara di perusahaan lain sepenuhnya dianggap keuntungan sehingga
dianggap lebih berhasil karena jumlah atau persentasenya lebih besar. Sekian
tahun kemudian perusahaan pertama ternyata unggul, sedangkan yang kedua
terpuruk.
Kondisi yang lebih sulit lagi ialah jika kita akan
membandingkan keberhasilan beberapa organisasi. Apalagi jika yang akan
dibandingkan adalah organisasi-organisasi yang jenis outputnya berbeda. Tetapi,
kondisi sulit ini justru memunculkan gagasan baru. Suatu saat disadari bahwa
ada organisasi yang output-nya berbeda tetapiinput-nya sama. Seperti tukang
roti dan tukang cakwe, outputnya jelas berbeda tetapi inputnya sama-sama
terigu. Selanjutnya terpikir bahwa perusahaan yang kuat mestinya mempunyai
posisi tawar yang lebih baik (dibanding perusahaan yang kembang-kempis) terhadap
pemasok bahan baku.
Perusahaan yang kuat barangkali diizinkan berutang, diberi
harga yang lebih rendah, dsb. Dengan demikian sesungguhnya kemampuan memperoleh
input ini bisa dianggap sebagai keberhasilan ataupun kekuatan organisasi. Maka
muncul gagasan untuk menggunakan pendekatan input, yaitu mengukur keberhasilan
organisasi dari kemampuannya mendapatkan input, terutama yang langka ataupun
mahal.
Selanjutnya, terpikir lagi masalah baru, bagaimana
membandingkan keberhasilan organisasi yang jenis inputmaupun output-nya
berbeda? Diukur dengan pendekatan sasaran maupun pendekatan input mestinya
tidak pas karena input dan output-nya berbeda.
Dari kalangan psikologi, muncul asumsi bahwa jika karyawan
atau anggota organisasi merasa senang dalam menjalankan tugasnya, mereka akan
bekerja dengan giat dan baik, sehingga akan membuat organisasi lebih berhasil.
Dengan dasar asumsi itu kemudian muncul pendekatan proses internal yang berarti
keberhasilan organisasi diukur dari kepuasan kerja dari para anggotanya.
Namun kemudian, orang mulai tidak puas dengan ketiga cara
itu. Hal ini disebabkan masing-masing pendekatan hanya mengukur satu sisi saja
dari keberhasilan organisasi. Pendekatan sasaran hanya memperhatikan
keberhasilan organisasi dalam usaha mencapai sasarannya, pendekatan input hanya
tertarik pada keberhasilan organisasi dari sisi suplai, pendekatan proses
internal hanya mempertimbangkan kebahagiaan anggota organisasi.
Seringkali pendekatan seperti ini keliru. Suatu organisasi
bisa dikatakan berhasil bila dilihat dari satu pendekatan, tetapi belum tentu
bisa dikatakan berhasil bila dilihat dari pendekatan yang lain.
Karena berbagai kekurangan tersebut, muncullah kombinasi
dari ketiga pendekatan terseabut, sehingga kekurangan pendekatan yang satu bisa
ditutup oleh kelebihan pendekatan yang lain. Pendekatan ini dikenal dengan
pendekatan integratif. Pendekatan integratif tidak secara spesifik mengukur
keberhasilan organisasi, tetapi mencoba mendapat gambaran mengenai kondisi dari
berbagai aspek yang terdapat dalam sebuah organisasi, sehingga keluarannya
adalah gambaran mengenai profil organisasi. Selanjutnya, penafsiran terhadap
profil itulah yang akan menggambarkan keberhasilan organisasi. Sekarang ini,
pendekatan integratif lebih dikenal (popular) dengan nama balanced scorecard.
Contoh pendekatan integratif ini adalah sebuah organisasi
yang memiliki beberapa pihak yang berkepentingan dari organisasi tersebut,
misalnya pemilik, karyawan, konsumen, bank yang memberikan kredit, komunitas,
pemasok, pemerintah. Bagi para pemilik, perusahaan dianggap bagus apabila
sanggup memberikan keuntungan finansial yang besar ke kantong mereka. Untuk
karyawan, perusahaan dianggap bagus apabila mampu memberikan kepuasan kerja,
imbalan yang memadai, dan pengawasan yang “pas”. Konsumen menilai keberhasilan
perusahaan dari mutu produk ataupun jasa yang dihasilkan.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
keberhasilan suatu organisasi dapat dilihat dari beberapa aspek, tergantung
dari sisi mana kita akan menilai keberhasilan tersebut. Beberapa pendekatan
pengukuran keberhasilan di antaranya yang telah dijelaskan ialah melalui
pendekatan sasaran, pendekatan input, pendekatan proses internal, dan
pendekatan integratif.
Yang perlu diperhatikan ialah bahwa apabila suatu organisasi ingin berhasil haruslah memiliki competitive
advantage (keunggulan kompetitif). Untuk mencapai keunggulan kompetitif itu,
tiap organisasi harus siap untuk berubah. Dan untuk menjalani perubahan
tersebut, tiap organisasi harus memiliki agen perubahan (orang-orang yang siap,
mau, dan memiliki semangat untuk menjalankan perubahan).
C. Pengembangan Organisasi yang Sudah Dikatakan Berhasil
Setiap organisasi, baik yang sudah dikatakan berhasil
ataupun belum perlu melakukan pengembangan organisasi. Hal ini dikarenakan
dengan pengembangan organisasi dapat menciptakan keharmonisan hubungan kejra
antara pimpinan dengan staf anggota organisasi, menciptakan kemampuan
memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka, menciptakan keterbukaan
dalam berkomunikasi, dan merupakan semangat kerja para anggota organisasi dan
kemampuan mengendalikan diri.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan organisasi,
baik yang sudah berhasil ataupun belum pada umumnya adalah sama. Hanya saja
lingkupnya yang berbeda. Organisasi yang dikatakan berhasil tentu memiliki
lingkup pengembangan yang lebih besar dan luas dari organisasi yang belum berhasil. Cara-cara
atautahap-tahap penerapan pengembangan organisasi adalah sebagai berikut:
Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan
data; Dalam tahap ini perlu diamati sistem dan prosedur yang berlaku di
organisasi termasuk elemen-elemen di dalamnya seperti struktur, sumber daya
manusia, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan keuangannya. Data
utama yang diperlukan adalah :
(1)
Fungsi utama tiap unit organisasi,
(2)
Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi,
(3) Proses pengambilan keputusan serta
pelaksanaan tindakan dalam masing-masing unit, dan
(4) Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi
perilaku antar kelompok dan antar individu dalam organisasi.
Tahap diagnosis dan umpan balik; Dalam tahap ini kualitas
pengorganisasian serta kegiatan operasional masing-masing elemen dalam
organisasi dianalisis dan dievaluasi . Ada beberapa kriteria yang umumnya
digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen-elemen tersebut, di antaranya:
(1) Kemampuan beradaptasi; yaitu
kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang
dihadapi,
(2) Tanggung jawab;
kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi,
(3) Identitas; kejelasan misi dan peran masing
masing unit,
(4) Komunikasi; kelancaran
arus data dan informasi antar-unit dalam organisasi,
(5) Integrasi; hubungan baik dan efektif
antar-pribadi dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis,
dan
(6) Pertumbuhan; iklim yang sehat
dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaruan, serta yang selalu
menganggap pengembangan sebagai sasaran utama.
Tahap pembaruan dalam organisasi; Dalam tahap ini dirancang
pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau
pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan
cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses
diagnostik dan umpan balik. Mengingat bahwa setiap perubahan yang diperkenalkan
akan mempengaruhi seluruh sistem dalam organisasi, bahkan mungkin akan mengubah
sistem distribusi wewenang dan struktur organisasi, rancangan strategi
pembaruan harus didiskusikan secara matang dan mendapat dukungan penuh pimpinan
puncak.
Tahap implementasi pembaruan; Tahap akhir dalam penerapan
pengembangan organisasi adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah
digariskan dan disetujui. Kegiatan implementasi perubahan meliputi :
(1)
Perubahan struktur,
(2) Perubahan proses dan prosedur,
(3) Penjabaran kembali
secara jelas tujuan serta sasaran organisasi, dan
(4) Penjelasan tentang
peranan dan misi masing-masing unit dan anggota dalam organisasi
Sumber :